20.Aug.2018

Desa Bengkala, Desanya Orang Tuli di Bali yang Jadi Sorotan Dunia


Sebelum bahas Desa Sangkala, Mister mau kasih iklan layanan masyarakat dulu, ya.

0
0
0

Jadi, kalau selama ini kita terbiasa nyebut “tunarungu”, yuk ganti istilahnya dengan “tuli”.

Kenapa? Soalnya, ternyata tuli lebih sopan dan fair buat mereka, gak mengandung arti yang mengasihani atau nganggep mereka “cacat”. Yah, kamu tau sendiri kan kalau “tuna” berarti “tidak”. Seakan-akan kalau pakai kata tunarungu, kita lebih fokus ke ketidakmampuan dibanding kemampuan mereka.

Ya, gak sepantesnya orang-orang dengan disabilitas dianggep gak sempurna atau dikasihani, karena mereka sama seperti kita, punya hak dan potensi! Buktinya aja orang-orang tuli di Desa Bengkala. Mereka justru jadi sorotan dunia, lho. Apa alasannya?

sumber foto: travel.dream.co.id/destination/mengintip-keunikan-desa-
tunarungu-di-bali-1601150.html ditulis oleh Puri Yuanita

Pertama, sekitar 40 dari total 3000an penduduk desa ini tuli atau disebut kolok dalam bahasa setempat. Agak susah disebut kebetulan. Orang dulu percaya kalau desa Bengkala Bali ini kena kutukan. Ada juga yang bilang kalau dulu ada dua kelompok yang berkonflik gara-gara salah satu kelompok gak mau menyembah dewa yang dipuja kelompok satunya. Kelompok yang gak mengakui dewa tersebut ini akhirnya keluar desa sambil bawa emas. Nah, waktu kelompok ini siap-siap pergi, kelompok satunya manggil-manggil mereka buat ngajak musyawarah, tapi dicuekin. Kesel karena didiemin, mereka pun mengutuk kelompok yang mau pergi supaya keturunan mereka gak bisa denger dan ngomong sama sekali.

Kedua, bahasa isyarat mereka unik, beda sama bahasa isyarat standar internasional. Disebut bahasa kolok, bahasa isyarat versi Desa Bengkala ini jauh lebih simple dibanding bahasa isyarat pada umumnya. Laper? Tinggal tunjuk perut. Warna hitam? Tinggal tunjuk rambut. Bikin lingkaran di depan perut? Itu artinya hamil. Maklum, bahasa kolok diajarin turun temurun dari orang tua  ke anak-anaknya, jadi bahasanya harus gampang dipahami. Namun, kekurangannya, warga sana jadi susah komunikasi sama orang tuli dari luar desa. Makanya, sekolah-sekolah di Bengkala udah dimasukkin mata pelajaran bahasa isyarat sejak SD.

sumber foto: vice.com oleh Matt Alesevich

Ketiga, meskipun gak semuanya tuli dan bisu, rupanya semua warga desa Bengkala Bali lebih suka pakai bahasa isyarat. Orang-orang yang bisa denger pun ngaku lebih nyaman gerak-gerakin tangan dibanding komunikasi pakai mulut. Mungkin ini yang bikin orang-orang tuli di sana gak ngerasa didiskriminasi. Nah, kalau kamu mau belajar bahasa kolok, kamu tinggal beli kamusnya yang berisi 100 kosakata. Bisa juga, tuh, buat oleh-oleh!

Sumber foto: foto.kompas.com/photo/read/2016/10/6/1475765036-c42e9484-
967/1/Bengkala.Kampung.Tunarungu.di.Bali

Keempat, meskipun banyak yang tuli, warga di sini rutin ngadain pertunjukan Tari Janger khas kolok tiga kali sebulan! Nah, tambah bingung lagi, kan? Gimana mungkin  orang-orang yang gak bisa denger suara mampu nari ngikutin irama? Jawabannya adalah pakai aba-aba visual dan alat musik kendang buat ngatur irama. Tiap kali ganti gerakan, para penari tinggal ngeliat aba-aba yang ditunjukin. Keunikan pertunjukan tari ini jugalah yang bikin banyak turis dari China, Eropa, dan lainnya dateng ke desa Bengkala Bali ini buat nonton langsung.

Gimana? Tertarik pengin ke sana?

Baca juga: 5 Desa Paling Unik Ini Cuma Indonesia yang Punya!

Komentar