04.Oct.2019

Wonder Woman! Inilah 5 Patung Wanita Pahlawan Indonesia, Sudah Pernah Lihat?


 

0
0
0

Dari Maluku sampai Sumatra, dari kawasan timur sampai kawasan barat, tersebar lima patung wanita pahlawan Indonesia. Sosok yang ditampilkan dalam patung tersebut adalah para wonder woman alias wanita tangguh yang berani berjuang dengan cara masing-masing demi kemajuan dan kemerdekaan bangsa. Bukan wanita biasa, melainkan wanita luar biasa.

1. Patung Martha Christina Tiahahu (Maluku)

Sumber: http://viraanggraeni.blogspot.com/2015/06/maluku-trip-ambon.html

Patung Martha Christina Tiahahu terletak di Kelurahan Karang Panjang, Kota Ambon. Lokasinya bersebelahan dengan kantor DPRD Maluku. Di bagian dasar patung, tertera tulisan, “Martha C. Tiahahu, mutiara Nusa Laut (Pulau), Pahlawan Nasional RI, yang berjuang untuk mengusir penjajah Belanda dari Maluku, jatuh pada Januari 2, 1818.”

Martha Christina Tiahahu adalah pahlawan nasional yang lahir di Desa Abubu, Pulau Nusa Laut, Maluku. Semenjak belia, ia sudah ikut berperang melawan Belanda bersama ayahnya Paulus Tiahahu. Suatu ketika, di tengah peperangan, Martha dan pasukannya kehabisan senjata. Tak kurang akal, Martha memanfaatkan batu untuk menyerang Belanda.

Martha meninggal pada 1818 dalam perjalanan menuju pengasingan di Pulau Jawa. Jenazahnya disemayamkan di Laut Banda. Ke Laut Banda pulalah patungnya menghadap.

2. Patung Maria Walanda Maramis (Sulawesi Utara)

Sumber: https://zonautara.com/2018/07/02/cinta-seorang-maria-walada-maramis/

Kalau Jawa Tengah punya R.A.Kartini, Sulawesi Utara punya Maria Walanda Maramis. Patung Maria Walanda Maramis ditampilkan dengan menggandeng anak perempuan. Patung itu ada di Kota Manado, di Jalan Walanda Maramis, di persimpangan Kelurahan Komo Luar.

Selain Manado, daerah lain di Sulawesi Utara yang juga punya patung Maria Walanda Maramis adalah di Kabupaten Minahasa Utara. Lokasi patungnya ialah di komplek makamnya, yakni di Desa Maumbi. Di sana, patungnya ditampilkan setengah badan.

Maria lahir di Desa Kema, Kabupaten Minahasa Utara dengan nama Maria Josephine Catherine Maramis. Nama Walanda diambil dari nama suaminya Yoseph Frederik Calusung Walanda. Fokus perjuangan Maria adalah untuk menyetarakan hak perempuan dengan laki-laki. Dorongannya untuk berjuang adalah karena perempuan dilarang mengenyam pendidikan tinggi. Mareka hanya boleh bersekolah di tingkat dasar.

Keinginan Maria untuk memperjuangkan hak perempuan diwujudkan dengan membentuk organisasi Percintaan Ibu kepada Anak Temurunannya (PIKAT). Melalui PIKAT, Maria mendirikan sekolah untuk perempuan dan sekolah itu gratis. Di sekolah tersebut, para perempuan dibekali beragam keterampilan, seperti memasak dan menjahit. Maria juga rajin menulis di surat kabar Manado. Tema tulisannya berkisar tentang pentingnya peranan wanita.

Wujud perjuangan Maria juga terlihat dari berubahanya keanggotaan Minahasa Raad (semacam DRRD). Mulanya, hanya laki-laki yang boleh bergabung di Minahasa Raad. Maria berjuang agar perempuan juga bisa menjadi anggota sehingga mereka bisa menyuarakan pendapat mereka. Perjuangan Maria berbuah manis. Minahasa Raad pada akhirnya tidak hanya diisi laki-laki, tetapi juga perempuan.

Maria meninggal pada usia 51 tahun. Sebelum dibuatkan komplek makam sendiri, ia dikebumikan di makam umum di Desa Maumbi. 

 

3. Patung Nyi Ageng Serang (Daerah Istimewa Yogyakarta)

Sumber: https://www.indoplaces.com/mod.php?mod=indonesia&op=view_region&regid=4061 (foto oleh cholis/indoplaces)

Tahu Ki Hajar Dewantara? Nah, Nyi Ageng Serang adalah nenek dari bapak pendidikan nasional itu. Nyi Ageng lahir di Serang, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah dengan nama Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retno Edi. Nama Serang berasal dari tempat kelahirannya.

Ayah Nyi Ageng Serang, Panembahan Natapraja, merupakan Bupati Sragen. Ketika Belanda menyerang Sragen, Nyi Ageng bersama anak dan saudara laki-lakinya ikut berperang. Meskipun Nyi Ageng adalah wanita, ia sangat terampil dalam berperang. Keterampilan tersebut ia dapatkan karena kerap mengikuti latihan militer.

Saat perang Diponegoro pecah, yakni pada 1825-1830, Nyi Ageng ikut terlibat. Saat itu ia sudah memasuki usia senja. Bayangkan, sudah berusia 73 tahun! Meskipun demikian, ia tetap gigih. Dengan digotong di tandu, Nyi Ageng memimpin pasukannya. Kala itu, ia berperang di Kabupaten Kulon Progo.

Patung Nyi Ageng Serang ada di proliman (simpang lima) Wates, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta. Patung yang kalian lihat pada gambar di atas merupakan patung terbaru yang terletak di tengah jalan. Sebelumnya, sudah ada patung Nyi Ageng yang terletak di sudut jalan.

Patung Nyi Ageng yang baru berukuran lebih besar dan tinggi. Di bawahnya, ada penyangga bulat yang bertuliskan “Monumen Nyi Ageng Serang”. Alasan pemberian tulisan “Monumen Nyi Ageng Serang” adalah agar masyarakat paham bahwa patung wanita yang mengendarai kuda itu bernama Nyi Ageng.

Ketika masyarakat melihat patung Nyi Ageng yang lama, banyak dari mereka yang tidak tahu bahwa patung itu adalah patung Nyi Ageng. Mereka mengganggap patung itu adalah patung kuda biasa.

 

4. Patung Tiga Putri (Jawa Tengah)

Sumber gambar: getlost.id

Saat melintasi bundaran Ngabul di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, kalian akan melihat patung tiga wanita. Ada yang mengangkat keris, ada yang memanah, dan ada yang membaca buku. Ketiga sosok wanita itu merupakan pahlawan dari berbagai zaman yang berjasa bagi Jepara.

Patung wanita yang ditampilkan dengan mengangkat keris adalah Ratu Shima. Ia adalah pemimpin Kerajaan Kalingga periode 674—695 M. Ratu Shima dikenal akan ketegasannya. Siapa pun yang bersalah, sekalipun anak kandungnya, tetap harus dihukum.

Di bawah kepemimpinan Ratu Shima, Kerajaan Kalingga mencapai masa emas. Patung Ratu Shima menghadap ke Kecamatan Keling yang merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Kalingga.

Patung wanita yang ditampilkan dengan gaya memanah adalah Ratu Kalinyamat. Nama aslinya adalah Retna Kencana. Ia adalah pemimpin Kerajaan Kalinyamat periode 1527—1536. Ratu Kalinyamat dikenal akan keberaniannya melawan Portugis.

Ia pernah mengirim belasan ribu pasukan untuk menggempur benteng pertahanan Portugis di Malaka. Patung Ratu Kalinyamat menghadap ke Mantingan yang merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Kalinyamat.

Terakhir, ada patung wanita yang ditampilkan dengan gaya sedang membaca buku. Ia adalah R.A.Kartini. Kalau yang ini, kalian pasti pada tahu, kan? Kartini adalah pelopor emansipasi wanita. Ia berjuang agar wanita mendapat pendidikan yang layak, bukan sekadar bisa memasak, berdandan, dan melahirkan. Patung Kartini menghadap ke Kecamatan Mayong yang merupakan tempat kelahirannya.

5. Patung Siti Manggopoh  (Sumatra Barat)

Sumber gambar: piamanexplore.com

Patung Siti Manggopoh terletak di Simpang Gudang di Nagari Manggopoh, Sumatera Barat. Pada patung tersebut, Siti ditampilkan dengan mengenakan pakaian dan ikat kepala bak pesilat. Siti Manggopoh memang belum bergelar pahlawan nasional kendati sudah ada pengajuan. Akan tetapi, perjuangannya kala menentang Belanda tidak bisa dipandang sebelah mata.

Siti lahir di Nagari Manggopoh, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Siti muda tidak pernah bersekolah. Ia hanya belajar mengaji dan silat. Ilmu silat inilah yang menjadi bekalnya ketika menyerang pasukan Belanda.

Pada 1908, Belanda memberlakukan pajak tanah yang menjerat rakyat Minang (Sumatera Barat). Penolakan pun terjadi di mana-mana. Di Nagari Manggopoh, penolakan diwujudkan dengan penyerangan ke markas tentara Belanda.

Malam hari, pada 15 Juni 1908, Siti berhasil menyusup ke markas Belanda di Manggopoh dan memadamkan seluruh aliran listrik di sana. Ia lalu memberi aba-aba pada kawan-kawannya yang menunggu di luar untuk masuk. Tidak siap dengan serangan mendadak, pasukan Belanda kewalahan melawan Siti dan kawan-kawannya.

Dengan mudahnya, mereka dikalahkan. Dari 55 tentara Belanda, hanya dua orang yang masih hidup. Mereka lantas meminta bantuan dari tentara Belanda yang berada di Padang Pariaman dan Bukitinggi. Pada 16 Juni 1908, mereka membalas dendam dengan memporak-porandakan Manggopoh. Dalam pertempuran tersebut, banyak warga Manggopoh yang gugur. Siti ikut tertangkap dan dipenjara di Lubuk Basung.

Siti akhirnya dibebaskan dengan pertimbangan bia masih harus menyusui anaknya. Siti meninggal saat berusia 80 tahun. Ia dimakamkan di Makam Pahlawan Perang Manggopoh. Keberaniannya menentang Belanda membuatnya dijuluki si singa betina dari ranah Minang.

 

Komentar

Tinggalkan Komentar: