21.May.2019

Belajar Jalan lewat Tradisi Tedak Siten


Pada masyarakat Jawa yang masih memegang teguh tradisi, saat anak menginjak usia 7 bulan, ia diikutkan tedak siten. Itu adalah pertanda anak belajar berjalan. Lewat tedak siten pula, bisa diramalkan seperti apa masa depan anak nantinya.

0
0
0

Dalam bahasa Jawa, tedak berarti turun dan siten berasal dari kata siti yang berarti tanah. Oleh karenanya, tradisi ini dikenal pula dengan sebutan turun tanah. Tanah disimbolkan dengan jadah tujuh warna. Anak yang mengikuti tradisi ini adalah yang berusia 7 bulan menurut penanggalan Jawa. Itu sama dengan 8 bulan penanggalan masehi.

Selain sebagai penanda anak belajar berjalan, pelaksanaan tedak siten juga sebagai wujud penghormatan terhadap bumi (tanah) tempat anak berjalan. Ada bermacam-macam tahapan dalam tradisi tersebut dan tahap pertama adalah berjalan di atas jadah. Jadah adalah makanan yang terbuat dari beras ketan, garam, dan kelapa. Ada tujuh jadah yang digunakan dengan tujuh warna berbeda, yakni ungu, cokelat, biru, kuning, hijau, merah, dan putih.

Tedak siten

Sumber: http://www.lemotionphoto.com/2016/05/raihans-tedak-siten-adat-jawa.html

Jadah-jadah tersebut diletakkan di atas wadah bulat dan disusun berderet dari warna gelap ke warna terang. Itu adalah simbol bahwa setiap masalah pasti punya titik terang alias jalan keluar. Anak akan dituntun orangtua menapakkan kaki ke 7 jadah tersebut secara berurutan. Pada tahap inilah, anak perlahan-lahan belajar berjalan. Tahap ini sekaligus sebagai simbol bahwa kelak anak bisa melalui permasalahan hidup.

Usai berjalan di atas jadah, tahap kedua adalah naik tangga. Kembali dituntun orangtua, anak akan menaiki satu per satu anak tangga yang terbuat dari tebu. Mengapa tebu? Dalam bahasa Jawa, tebu merupakan singkatan dari anteping kalbu atau ketetapan hati. Tahapan anak meniti tangga yang terbuat dari tebu tersebut merupakan simbol bahwa kelak anak memiliki ketetapan hati dalam menjalani kehidupan.

Anak naik tangga bambu dalam penyelenggaraan tradisi tedak siten

Sumber: https://magelangimages.wordpress.com/2015/01/19/tedhak-siten-celebrating-the-first-time-a-child-touches-the-ground/ (foto oleh Mahya)

Sesudah “berlelah-lelah” meniti tangga tebu, anak akan turun dan masuk ke dalam kurungan ayam. Itulah tahapan keempat. Di sana telah tersedia beragam barang yang harus dipilih anak. Tahap inilah yang dapat memperkirakan seperti apa masa depan anak nantinya. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, barang yang dipilih anak menggambarkan profesinya di masa depan. Sebagai contoh, jika anak memilih spatula, maka diperkirakan kelak anak menjadi koki atau orang yang ahli memasak. Diharapkan, orangtua bisa mengarahkan anak dan mengembangkan kemampuannya sesuai dengan barang pilihannya.

Pada tahap kelima, anak dikeluarkan dari kurungan dan didudukkan di tikar yang telah disebar uang logam, bunga, dan beras kuning di atasnya. Beras kuning adalah beras yang dicampur parutan kunir. Campuran uang, bunga, dan beras tersebut disebut udik-udik. Uang logam tersebut nantinya dilempar oleh kakek atau orangtua si anak dan diperebutkan oleh anak-anak lain yang diundang. Itu adalah simbol bahwa kelak anak tidak akan teperdaya dengan kekayaannya dan tetap menjadi orang yang dermawan.

Sumber: https://id.pinterest.com/safinafirda/tedak-siten-medun-lemah-my-son/

Pada tahap terakhir, anak dimandikan dengan air yang telah dicampur bunga setaman. Dalam tradisi Jawa, bunga setaman terdiri dari mawar, melati, kanthil, dan kenanga. Airnya pun bukan sembarang air, melainkan air yang berasal dari tujuh sumber. Usai dimandikan, anak akan diberi baju bersih untuk dikenakan.

Saat pelaksanaan tedak siten, anggota keluarga dari si anak mengenakan busana tradisional khas Jawa. Anggota keluarga juga mengundang kerabat dan tetangga untuk ikut hadir menyaksikan prosesi tedak siten. Di akhir acara, para tamu akan diberi suguhan berupa nasi tumpeng.

Komentar